Senin, 10 September 2007

Seuntai Pesan

Kututup pintu dengan keras, brakkk! Kujatuhkan tubuhku ke atas ranjang dan kututupi kupingku dengan bantal. Suara tangis adikku yang masih seumur pembangunan jangka pendeknya Pak Harto menembus bantalku dan memukul-mukul gendang telingaku, menyengat otakku hingga kepalaku serasa bergasing tak menentu. Suara tamparan keras diikuti jeritan ibu beradu merdu dengan suara tangis adikku, dan suara bentakan ayah yang ngebass melengkapinya membentuk sebuah nyanyian pilu. Sumbatan bantal tak dapat meredam suara konser nyanyian pilu dengan sound system bertenaga 10.000 watt itu. Kepalaku serasa meledak. Tiba-tiba aku merasa sudah tidak di mana-mana, tidak merasakan apa-apa, tidak sadar.

Tiba-tiba terdengar suara yang lainnya. Bukan lagi konser nyanyian lagu pilu. ..... Suara apa itu? ... Semakin lama semakin jelas. Ngeeeeeng....ngeeeeeng....ngeeeeeng........ Suara itu berhenti di atas pipiku. Kegerakkan kepalaku ke kanan. Ngeeeeeng.... ngeeeeeng.... ngeeeeeng....... Suara itu terbang menjauh, Ngeeeng.... ngeeeng.... ngeeeng....... suara itu berhenti di betisku. Kugerakkan betisku. Ngeeeng.... ngeeeng.... ngeeeng....... Kali ini suara itu berhenti di hidungku. Entah kenapa.. suara itu membuat kepalaku serasa mendidih. Apalagi di telingaku masih terngiang dengan jelas nyanyian lagu pilu yang kudengarkan sebelumnya. Perlahan kugerakkan tanganku untuk menangkap benda yang mengeluarkan bunyi ngeeeng itu. Dengan cepat kugerakkan tanganku ke arah hidung. Tapi, secepat F-16 Falcon benda itu terbang malarikan diri. Kurang ajar! Aku melompat dari ranjang, kusabet ketapel di meja belajarku dan kuambil kelereng-kelerengku.
Sang serdadu memegang erat senapan mesinnya sambil membidik dan memberondongkan senapannya ke arah pesawat mata-mata. Ret...tet...tet... tet...tet.... tet...tet.... BUM! Ret... tet...tet.... tet...tet.... tet...tet.... BUM! Membabibuta ia tembakan senapannya. Hingga amunisinya habis. Tapi sayang tak satu pelurupun mengenai sasaran.

Aku terengah-engah, kunyalakan lampu kamarku, dan astagaaaa...! kulihat di depan mataku kota-kota di Irak yang habis dibombardir Amerika, bangunan-bangunan rumah penduduk Palestina yang diluluhlantakkan tank-tank penjajah Israel.
Dalam keterjutanku suara itu kembali. Ngeeeeeng....ngeeeeeng....ngeeeeeng........ Sialan! Makhluk ini belum kapok juga padahal, kamarku sudah jadi kapal pecah begini. Seketika itu arenalinku bergolak. Seolah-olah tenagaku meluap... hiiiaaaaaahhhhhhh....... Son Goku berubah menjadi super saiya 3. Tenaganya meluap-luap keluar seperti semburan api kompor gas yang menyala-nyala. Kusabet reketku yang tergantung tak jauh dari tempatku berdiri. Dengan secepat kilat sang Batosai, Kenshin Himura menebas-nebaskan samurai raketnya ke arah benda yang berbunyi Ngeeeeeng.... ngeeeeeng....ngeeeeeng........ tadi. Hiat... hiat... hiaaaaa... Wess...Wesss.. raket berayun-ayun kesana kemari dengan cepat dan.....................................................................Crett! Raket mengenai sasaran.

Benda itu terjatuh di atas lantai. Darahnya berceceran di atas lantai. Terkulai lemas tak berdaya. Tapi tiba-tiba ia bergerak menyeret pergi tubuhnya yang berlumuran darah. ”Kau mau pergi? Enak saja, Kau harus mampuss!” teriakku dalam hati. Kuayunkan tanganku yang masih menggenggam kearahnya. Wuuusssss..... klotak.... kujatuhkan raketku, seketika kuurungkan niatku untuk membunuhnya. Kulihat sesuatu yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ia menyeret tubuhnya yang berlumuran darah hingga darahnya yang tececer di lantai membentuk tulisan,
”Waktunya Sholat shubuh”

Rabu, 15 Agustus 2007

Nambah blog

Mulai pekan lalu aku nambah blog di wordpress. maklum lagi nyari-nyari blog mana yang lebih baik url:http://nailul81.wordpress.com

Rabu, 08 Agustus 2007

Nyoblos kumis = bodoh


akhir-akhir ini kita sering mendengar sebuah jargon yang ditayangkan di televisi berkali-kali: coblos kumisnya, coblos kumisnya! hal ini persis sama dengan sebuah jargon pada pemilu 2004 lalu yang masih segar dalam ingatan saya. Coblos moncong putih!

Strategi seperti ini adalah strategi yang hebat, cerdas, dan efektif tapi sayang, tidak mendidik.

Jargon tersebut tidak memaparkan visi, misi, ataupun tujuan, tidak memaparkan keunggulan dir dan tidak memberikan gambaran jelas terhadap si calon. Tapi jargon tersebut akan mudah diingat oleh orang bodoh sekalipun.

memang jargon tersebut ditujukan untuk itu orang-orang yang tidak mau berfikir panjang ataupun pusing memikirkan promosi para calon gubernur, terlebih ditujukan kepada orang yang 'tidak bisa berfikir'.

Jadi si pemilik tidak mau peduli si penyoblos paham atau tidak dengan dirinya tetapi yang dia inginkan bagaimana agar si pemilih mau menyoblos dirinya. hal ini memang boleh-boleh saja dalam kampanye tapi, sekali lagi, TIDAK MENDIDIK!

Rabu, 01 Agustus 2007

Kesaktian Pancasila

Dua bulan lagi kita akan bertemu dengan tanggal 1 Oktober. Ya betul. Hari kesaktian Pancasila. Hari diwaktu pancasila berhasil dipertahankan dari Ancaman ideologi komunis. Mulai saat itu orang mulai mengatakan bahwa Pancasila itu sakti dan diperingatilah tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Pancasila memang berhasil dipertahankan sebagai ideologi bangsa dari ancaman ideologi komunis. Pertanyaan yang muncul, apakah cukup hanya dengan itu Pancasila dikatakan sakti? perlu kita ingat bahwa hingga detik ini Pancasila belum membawa bangsa ini menuju bangsa yang maju dan bermoral.
Menurut saya, Pancasila baru dikatakan sakti apabila tidak hanya dapat hidup dan bertahan tapi juga dapat mengubah manusia Indonesia sebagai manusia yang maju dan bermoral.

Hari kesaktian Pancasila tidak membutuhkan perayaan dengan pesta dan lomba. Lucu. Hendaknya nanti pada hari kesaktian pancasila kita meramaikannya dengan kajian tentang Pancasila itu sendiri. Apakah Pancasila itu sakti? bagaimana agar Pancasila tampak kesaktiannya? apakah perlu revisi? atau memang pancasila tidak sakti? atau malah perlu diganti?

Indonesia lahir bukan untuk keberlangsungan hidup sebuah Ideologi tapi Keberlangsungan hidup bangsanya.

Minggu, 22 Juli 2007

Memaknai Kata 'Melestarikan Budaya'


Orang seringkali tidak menyadari bahwa ia telah dipengaruhi orang lain hanya dengan sepatah-dua patah kata. Inilah kesaktian bahasa. Sebagai contoh pemerintah di zaman orde baru sering malakukan hal ini. Mengganti istilah 'menaikkan harga' dengan 'penyesuaian harga' untuk meminimalisasi protes. Memakai istilah menyetabilkan keamanan nasional dalam berbagai aktivitas pemberantasan kaum separatis bahkan jug untuk kelompok-kelompok yang tidak pro kepada kebijakan pemerintah. Memopulerkan istilah 'pahlawan tanpa tanda jasa' untuk menyebut guru dengan tujuan untuk membungkam guru agar tidak protes terhadap rendahnya gaji mereka (masa' pahlawan minta gaji? kan bukan pahlawan namanya) dan masih banyak lagi.

Sekarang saya akan sedikit membahas tentang frase 'melestarikan budaya'. Kebanyakan orang secara tidak sadar ketika mendengar kelompok yang mendukung pelestarian budaya akan menganggap kelompok itu benar karena pelestarian budaya itu benar. hal ini sempat muncul terakhir ketika marak aksi anti RUU APP. Mereka mengatakan RUU APP tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Tunggu dulu. Apakah semua budaya itu baik? Apakah kelestarian budaya lebih penting dari masa depan bangsa Indonesia?

Sebagaimana kita ketahui banyak sekali budaya bangsa Indonesia yang mulai ditingalkan karena tidak dianggab baik misalnya budaya patriarki. Nah sekarang, apakah budaya yang berbau pornografi itu baik untuk masa depan bangsa?

Mulai sekarang kita harus berfikir lebih dalam setiap kali mendengar sebuah istilah jangan sampai sebuah istilah itu mempengaruhi kita. Kita memang harus melestarikan budaya tapi yang baik-baik saja kalau perlu istilah melestarikan budaya diganti dengan 'melestaraikan kebaikan'.

Sabtu, 21 Juli 2007

Menerjemahkan Pancasila: Membentuk bangsa yang beradab atau biadab



Pendidikan moral pancasila. itu adalah sebuah mata pelajaran yang saya dapatkan ketika masih duduk di bangku sekolah mulai dari SD sampai SMU bahkan di kuliah saya menemukan sebuah pelajaran yang serupa yaitu Pancasila & yang berhubungan dengan itu: kewiraan dan saya rasa setiap orang di indonesia juga mendapatkan pelajaran yang sama.
persoalannya sekarang adalah moralitas bangsa Indonesia tidak menunjukkan moralitas yang beradab walaupun Pancasila sudah menjadi 'makanan' pokok mereka di bangku sekolah mulai SD hingga Universitas. Kita harus mencari tahu mengapa fenomena seperti ini bisa terjadi. Apakah pelaksana dan pendefinisian Pancasila yang salah atau memang Pancasila tidak mampu membentuk bangsa yang beradab?
Tentu saja kita tidak dapat menjustifikasi dengan begitu saja, butuh sebuah penelitian atau kajian untuk itu.
Menurut saya, Pancasila sudah cukup baik namun banyak pihak yang memberikan definisi dan penerjemahan pancasila dengan tidak baik sehingga cukup menyesatkan dan tidak membawa perubahan pada moral bangsa dan mengaku-ngaku sebagai Pancasilais dan Nasionalis. Sebagai contoh, kepolisian merupakan sebuah lembaga yang mengajarkan Pancasila kepada para anggotanya tapi hasilnya... saling tembak sendiri. itukah moral pancasila? Partai-partai besar Nasional banyak yang berideologikan Pancasila tapi kok masih tetap korupsi. Itulah moral Pancasila mereka.
Bagai mana menurut Anda?

Pernikahan: Sebuah Pilihan untuk Perbaikan

Akhir-akhir ini banyak sekali ikhwah Unesa yang menikah. Mereka mendapatkan pasangan hidup yang tidak satu kampus, misalnya: Akh Sun'an, Akh Oki, Ukhti Oci, Akh Sumari, dan terakhir Akh Eko. Hal ini menurut Ana merupakan sebuah fenomena yang sangat bagus karena hal itu secara tidak langsung baik untuk menjaga mentalitas kader dakwah dalam hal interaksi Ikhwan-Akhwat khususnya kader-kader dakwah Unesa yang belum menikah.
Dengan munculnya fenomena ini, para kader tidak akan 'melirik' lawan jenis yang 'satu habitat' atau berfikir yang 'tidak-tidak' karena mereka akan berfikir bahwa nantinya mereka akan bernasib sama dengan seniornya: menikah dengan ikhwah non Unesa.
Ana harap ini bukan sekedar fenomena tapi memang disetting. Saya katakan demikian karena 'virus merah jambu' mulai menjangkiti kader-kader dakwah di Unesa. Hal ini membutuhkan perhatian dari semua pihak.